Explorasi Kawah Putih

Kebun Teh Ciwidey
Agrowisata Kebun Teh Ciwidey
Sungguh! Langit Ciwidey sangat bersahabat. Lihatlah landscape diatas. Subur, hijau, biru, cerah, harmoni. Pemandangan seperti ini sangat jarang saya temui. Biasanya setiap kali ke Ciwidey selalu mendung dan berembun. Tapi explorasi kemarin, sangat berbeda. Membuat saya semakin betah berlama-lama memandang alam raya yang terhampar begitu indahnya. Sepertinya yang baca bakal tersihir! 

Pada explorasi kali ini saya tidak sendiri, saya bersama sahabat (kembar) saya, Aulia Rahman. Kebetulan dia sedang ada waktu luang untuk sekedar silaturahim ke Bandung. Tentunya kesempatan ini tidak akan kami sia-siakan. Makanya sepanjang perjalanan menuju Kawah Putih, kami rekam baik-baik. Karena kami tahu kondisi seperti ini sangatlah langka.

Sebelum ke Kawah Putih, kami sempatkan ke perkebunan Teh Ciwidey. Mumpung masih pagi. Lokasinya tidak terlalu jauh dari gerbang pintu Kawah Putih. Hanya butuh 5 menit saja. Biasanya yang berkunjung ke Kawah Putih suka menyempatkan ke tempat ini untuk foto-foto diatas bebatuan. Kondisi awan saat itu memang bergerak agak cepat dan berubah-ubah sehingga sinar yang menyorot juga berubah-ubah.

Harmoni Kebebasan
Aulia di tengah Hamparan Kebun Teh Ciwidey
Next! Untuk menuju Kawah Putih kita harus menggunakan Ontang-anting yang disediakan pengelola wisata. Kapasitas Ontang-anting sendiri harus ada 12 penumpang, kalau belum 12 penumpang terpaksa harus menunggu sampai full. Lumayan agak lama kami menunggu, kalau tidak salah waktu itu kurang 4 penumpang lagi. Sampai akhirnya penumpang full dan mau berangkat. Eh, si Ontang-anting ngadat, gak mau jalan! "Ampun dah. Haha..!"

Ya, Ontang-anting akhirnya melaju dengan lumayan gesit tapi bisingnyaa bukan main. Setiap ada tanjakan yang kemudian disusul turunan agak landai, sang supir seolah menabraknya sampai menimbulkan hentakan pada si penumpang. Sesekali para penumpang berteriakkkkK! Wooow, mungkin inilah rasanya menggunakan si Ontang-anting. Ada sensasi tersendiri. Kalau tidak percaya, rekan-rekan bisa mencobanya sendiri! :D

Diluar dugaan, sesampainya di Kawah Putih cuaca saat itu masih anteng dengan cerahnya. Saya sampai terkagum-kagum melihat cerahnya cuaca saat itu. Turun dari Ontang-anting, saya langsung jongkok diatas rumput yang hijau dan mengeluarkan kamera jagoan. "Day, coba foto saya. Saya ingin berbicara pada Tuhan!" | "Oke. Memang mau bicara apa?" | "Langitnya terbuka, sepertinya para Malaikat menyambut saya, Day" | "Hahaha. Bisa jadi, bisa jadi!"
Berbicara Pada Tuhan
Berbicara Pada Tuhan
Wajah Kawah Putih! Asli, saya memujinya tak henti-henti. Panorama ini sangat langka. Sekitar tiga atau empat kali saya ke sini, baru kali ini langit terbuka. Birunya benar-benar jadi pengabur lelahnya 2 jam perjalanan. Alam di sekitar Kawah Putih sangat indah, dengan air danau berwarna putih kehijauan, sangat kontras dengan batu kapur putih yang mengitari danau tersebut. Di sebelah utara danau berdiri tegak tebing batu kapur berwarna kelabu yang ditumbuhi lumut dan berbagai tumbuhan lainnya.
Sejarahnya berawal dari tahun 1837, seorang Belanda peranakan Jerman bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) mengadakan perjalanan ke daerah Bandung Selatan. Ketika sampai di kawasan tersebut, Junghuhn merasakan suasana yang sangat sunyi dan sepi, tak ada binatang yang melintas. Ia kemudian menanyakan hal ini kepada masyarakat setempat, dan menurut masyarakat; kawasan Gunung Patuha sangat angker dan tempat bersemayamnya arwah para leluhur. Karenanya bila ada burung yang berani melintas di atas kawasan tersebut, akan jatuh dan mati.
Meskipun demikian, melanjutkan perjalanannya menembus hutan belantara untuk membuktikan kejadian apa yang sebenarnya terjadi. Namun sebelum sampai di puncak gunung, Junghuhn tertegun menyaksikan pesona alam yang begitu indah di hadapannya, dimana terhampar sebuah danau yang cukup luas dengan air berwarna putih kehijauan. Dari dalam danau itu keluar semburan lava serta bau belerang yang menusuk hidung. 
Wajah Kawah Putih | Bandung
Wajah Kawah Putih, Ciwidey, Bandung
Awalnya saya tidak memakai masker seperti Aulia, tapi lama-lama hidung rembes. Padahal kawahnya tidak menguap seperti biasa saya temui, tapi sesuai sejarahnya, bau belerang sangat menusuk hidung. Pengelola wisata Kawah Putih sendiri menghimbau agar tidak lebih dari 15 menit berada disini, mengenakan masker, dan tidak mandi di kawah. "Siapa pula yang mau mandi. Hehehe!"

Lanjut. Semakin siang semakin membludak saja para wisatawan dari berbagai rombongan. Selain wisatawan lokal, wisatawan mancanegara juga ada disini. Mungkin karena lokasi dan pemandangannya yang sangat indah. Ada lagi yang bilang kalau Kawah Putih itu seperti "Syurga Yang Tercecer". Percaya gak? Ayo, buktikan sendiri!!!

Welcome to Kawah Putih
Welcome to Kawah Putih, Friend!


Kembalinya Sebuah Persahabatan

Bunung Gebeg
Pesawahan di Desa
Sob, menurut saya dunia ini tidak lengkap tanpa adanya sahabat. Bener gak? Bersama sahabat kita bisa percaya diri untuk melangkah kemana pun dan melakukan apa pun. Kita bisa mengexplorasi sesuatu yang tidak bisa dilakukan saat kita bersama keluarga. Saking bernilainya sebuah persahabatan, sampai-sampai kita rela berkorban demi sahabat kita. Ya, begitulah dunia persahabatan. Beruntung sekali bagi yang memiliki sahabat, terlebih sahabat sejati. Hei, apakah sahabat sejati itu? Ah, terlalu panjang prolognya! Haha...

Ngomong-ngomong soal sahabat, saya jadi ingat sahabat kecil saya namanya Diana Tatang Lugina. Panggilannya Ugi, sebuah panggilan unik yang sangat akrab waktu duduk di bangku SD Sukasari III. Ke sekolah kami gunakan sepeda, kadang bergantian. Ugi kecil sangat cerdas, bahkan dia paling pintar di kelas. Ugi pernah bilang, "Kalau mau pintar, duduknya di depan!". Kelas satu saya sebangku dengan Ugi dan paling depan. Saya merasa percaya diri selama sebangku sama Ugi, Matematikanya jago banget!

Sepulang sekolah, saya lanjut main bersama teman-teman yang lain, termasuk Ugi. Kadang main ke sawah, ke kebun, manjat pohon sampai ke tepian tebing, saya masih ingat ada satu tebing dekat pesawahan yang kerapkali dijadikan tempat favorite kami bermain. Berlagak seperti power ranger sambil bawa pedang-pedangan, perang-perangan diatas rumput, bersembunyi dibalik semak-semak hingga mengulur tali ke dasar tebing lalu kami turun dan naik menggunakan tali itu. Ah, pokoknya seruuu. Hahahaha....!

Kebersamaan sama Ugi tidak begitu lama seperti teman-teman yang lainnya. Menginjak kelas tiga Ugi pindah ke SD Tanjungkerta yang lumayan agak jauh. Pagi itu Ugi, Teteh, dan Bapaknya pamitan. Sedih, tapi saya tidak menangis. Hehehe. Cuma suka keingetan saja pas main di tepian tebing sama teman-teman yang lain tapi tidak ada Ugi. Mungkin Ugi sudah punya sahabat baru dan semakin pintar. Ternyata benar, Ugi kecil dimana pun tetap jadi nomor satu. 

Hanya saja selain itu Ugi punya kisah lain dalam keluarganya. Saat Ugi kelas 5, orang tuanya berpisah. Ugi terpukul, padahal saat itu Ugi sedang haus-hausnya kasih sayang orang tua. Jika kakek dan neneknya tidak mengajari untuk tegar, entah bagaimana keadaan Ugi kecil saat itu. Ugi terus bertahan dan lebih dekat dengan kakek dan neneknya. Sampai akhirnya kelas 6 kami bertemu di ajang Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) tahun 1999. Saya perwakilan olahraga Badminton dan Ugi olahraga Voli.

SMP dan SMA kami berbeda, bahkan Ugi masuk SMK jurusan Mesin. Masa-masa itu kami makin tidak ada komunikasi. Saat itu ujian kembali datang menimpa bapaknya yang menjadi korban atas konspirasi politik hingga menggiring bapaknya ke rumah t*h*n*n. Padahal Ugi sedang butuh support dari kedua orang tuanya. Sedih. Ketika saya lanjut kuliah, Ugi lebih memilih wirausaha merintis dunia perbengkelan di desa. Padahal Ugi sangat ingin melanjutkan kuliahnya. Tapi kondisi tidak memungkinkan.

Mentari di kebun
Mentari pagi di Desa
Lama kami tidak ada komunikasi, tiba-tiba saya dapat nomor phonsel Ugi dari adik ketika saya sedang PKL dan Tugas Akhir tahun 2009. Saya coba mengirim SMS iseng dengan nama Qefy. Lengkapnya Muhammad Qefy Alghifari. Awalnya Ugi mengira ada teman dekatnya yang jail, tapi lama-lama nyambung. Saya teruskan keisengan ini, karena sudah terlanjur. Sedikit pun Ugi tidak mengira kalau itu adalah saya, Dia Rediana Putra. Sahabatnya yang sudah lama tidak ada kabar.

Niat awal saya adalah untuk memotivasi Ugi, karena saat itu saya mendengar ada kabar yang tidak mengenakan. Sepertinya Ugi merasa senang ada sahabat baru, meski pun Ugi tidak tahu siapa Qefy? Ya, saya pun bersyukur akhirnya rencana saling memotivasi ini berjalan lancar dan saya tetap merahasiakan nama asli saya. Sedang seru-serunya berlempar motivasi, phonsel saya malah hilang. L.O.S.T - C.O.N.T.A.C.T. Padahal saat itu saya akan memberi tahu siapa Qefy sebenarnya.

Saya terus berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang nyaman dan saya bisa mengajak Ugi untuk kerja bareng. Karena saya tahu Ugi orangnya gigih, pasti semakin terasah. Alhasil sampai sekarang, saya belum juga menemukan pekerjaan yang saya anggap nyaman dan bisa mengajak Ugi. Ternyata memang tak segampang yang saya bayangkan. Mungkin ada rahasia lain dari Tuhan hingga kemarin ada yang add facebook dengan nama Husna Nursyifa Azzahra, rupanya itu Ugi!

Subhanallah. Senangnya bukan kepalang. Seketika kami langsung akrab, bercerita apa yang sudah terlewati tanpa ujung. Ugi sudah menikah dan dikaruniai anak yang cantik, Husna Nursyifa Azzahra. Sekarang Ugi sudah punya bengkel sendiri di desa. Luar biasa senangnya. Sesekali Ugi bercerita tentang Husna yang sekarang menjadi penyemangat utama bagi Ugi, tentang kondisi bengkelnya yang perlu dibenahi juga bercerita tentang nama Qefy yang dianggapnya misterius.

Menurut cerita Ugi, Ugi pernah cerita kepada istrinya tentang sosok Qefy. Bahkan sepakat kalau anaknya laki-laki akan diberi nama Muhammad Qefy Alghifari. Saya hampir tidak percaya dengan cerita Ugi, sampai sedalam itu Ugi mengenang sosok Qefy. Tidak terbayang kalau anak Ugi laki-laki. Setelah Ugi tahu siapa Qefy sebenarnya, tidak menyangka, tak berkurang sedikit pun keceriaan Ugi tentang itu. Bahkan kami semakin akrab. Kami senang bisa bertemu kembali dan sama-sama terharu dengan sekenario Tuhan Yang Maha Ulung.

What next? Ya, apa selanjutnya? Saya ingin terus bersahabat dengan Ugi dan keluarga kecilnya. Setelah saya menikah nanti, saya ingin mengajak mereka keliling kota parahiyangan, Bandung. Main seharian bersama mereka, bercerita tentang masa kecil, tertawa dengan lepas, hingga kami merasakan bahwa hidup ini indah sesuai seharusNya. Tulsian ini saya dedikasikan sebagai perekat kembalinya persahabatan kami. Semoga persahabatan kami selalu Allah berkahi. Ammiin...

Blog | Twitter | Facebook | Tumblr | About Me!
 
Qefy © 2010 | Designed by Chica Blogger | Back to top